Ramai, itulah suasana Stasiun Madiun setiap hari. Bangunan yang masih ada corak Belanda. Stasiun terbesar di daerah Madiun. Umur bangunan ini memang sudah cukup tua, tetapi tetap kokoh berdiri dengan gagahnya.
Madiun, 21 Januari 1981, pukul 07.35 pagi.
Matahari sudah menampakkan sinar hangatnya. Masyarakat sudah beraktivitas seperti biasa. Kecuali Roni dan Alya. Roni, seorang pemuda tampan, berpenampilan rapi, sopan, dan baik hati. Bersama istrinya, Alya, seorang wanita yang muslimah, Istri yang setia dan selalu patuh terhadap perintah suaminya, ingin pergi ke Jakarta menggunakan jasa kereta api karena ada panggilan tugas.
Sejak pukul 07.00 pagi, Roni dan Alya berada di Stasiun. Mereka berangkat lebih pagi karena tidak ingin mendapat jatah berdiri. Mereka menggunakan KA Ekonomi Maja relasi Madiun – Jakarta. Merupakan KA favorit saat itu.
“Mas, kapan keberangkatan keretanya?” Tanya Alya pada Roni, suaminya.
“Mungkin sebentar lagi, kita tunggu saja.” Jawab Roni lembut.
Para penumpang masih menunggu keberangkatan KA Maja. Keberangkatan masih 15 menit lagi. Tetapi penumpang telah memadati stasiun. Waktu terus berlalu. Sampai PPKA memberikan informasi kepada para penumpang.
“Dari jalur 2, KA Maja tujuan Jakarta Pasar Senen segera diberangkatkan. Bagi para penumpang yang masih dibawah rangkaian, kami persilakan untuk segera naik.”
Roni dan Alya bergegas masuk kedalam gerbong. Mereka memilih gerbong pertama. Tak lama berselang, kereta pun meninggalkan stasiun. Alya duduk di sampingjendela, dan Roni duduk disampingnya. Banyak sekali orang yang berpergian. Kereta memang sedang ramai. Do’a pun terucap dari mulut mereka berdua.
Kereta melaju kencang. Para penumpang menikati indahnya pemandangan. Sungai, sawah, gedung yang tinggi, perbukita, rumah-rumah bisa dilihat dari jendela gerbong. Alya juga masih memandangi pemandangan.
“Ya, aku mau ke kamar mandi dulu. Tolong jaga barang bawaan kita ya!” Pinta Roni.
“Iya mas, hati-hati.” Jawab Alya.
Roni bergegas menuju kamar mandi. Ketika ia sampai di depan pintu kamar mandi, hujan turun dengan derasnya. Ia melihat sesuatu yang menakjubkan dari jendela pintu gerbong. Sampai-sampai ia hamper lupa tujuan awalnya, ke kamar mandi.
Alya masih menikmati indahnya hujan. Rintik-rintik hujan terlihat menari-nari. Tapi, tiba-tiba ia mempunyai firasat buruk. Terlintas begitu saja dalam pikirannya. Kereta ini akan terjadi sesuatu sesuatu. Tetapi ia coba buang pikiran itu. Roni kembali dari kamar mandi.
“mau beli makan apa? Aku tahu, kamu pasti lapar kan? Aku juga.” Tanya Roni.
“Ia mas, aku lapar. Terserah mas saja lah. Apapun aku mau kok.” Jawab Alya.
Roni balas dengan senyuman, begitu pula dengan Alya. Roni pergi ke gerbong makan yang ada di tengah rangkaian. Dia memesan 2 piring nasi goring dan 2 the hangat. Juga meminta petugas untuk mengantarkanke kursinya.
Hujan turun dengan deras. Roni dan Alya menikmati pesanan yang dipesan Roni beberapa waktu yang lalu.
“Mas, aku tadi kok punya perasaan aneh ya?” Alya memulai pembicaraan.
“Memangnya kamu tadi merasakan apa?” Tanya Roni.
“Aku tadi merasakan kalau kereta ini akan terjadi sesuatu.” Jawab Alya.
“Mungkin itu hanya pikiranmu saja, apa kamu sakit?”
“Tidak kok mas.”
“Atau kamu sedang tidak tenang saja karena kelelahan. Istirahatlah jika kamu lelah.”
“Iya mas.”
Perbincangan kecil yang terjadi saat menikmati hidangan. Sepasang suami istri yang menikah 4 bulan lalu. Masih menikmati indahnya pengantin baru. Roni yang umurnya 2 tahun lebih tua dari Alya, terlihat gagah dan muda. Alya, wanita lulusan pesantren di Yogyakarta, yang cantik jelita. Banyak pria yang ingin meminangnya.
Tak terasa, sampailah mereka di stasiun Kroya. Kereta berhenti tepat pada waktunya. Para penumpang yang mengakhiri perjalanan di stasiun Kroya, berhamburan keluar rangkaian. Bagaikan ratusan lebah yang keluar dari sarangnya. Dan para penumpang yang mengawali perjalanannya dari stasiun Kroya, berebut masuk ke dalam rangkaian KA. Benar-benar ramai, KA ekononomi memang selalu ramai.
Masinis KA sebelumnya digantikan oleh masinis yang bernama Arif. Pria kelahiran Purwokerto ini mulai bekerja di PJKA 2 tahun yang lalu. Salah saru masinis muda yang taat peraturan. Selalu rapi dalam berpakaian walaupun sedang bertugas.
Kereta kembali melaju. Tetapi hujan bertambah deras. Pandangan mata hanya dapay melihat beberapa meter kedepan. Itulah yang dirasakan masinis Arif. Sampailah KA Maja di daerah Kebasen. Hujan yang deras membuat kacau pandangan. Sampai-sampai, masinis melewati satu rambu yang meminta KA untuk berhenti di stasiun yang bernama Kebasen. Stasiun kecil yang hanya melayani persilangan KA.
Sebab yang meminta KA untuk berhenti, karena dari arah berlawanan, terdapat KA Senja IV kelas bisnis dan eksekutif relasi Jakarta-Yogyakarta yang melaju kencang. Karena KA Maja kelasnya lebih kecil, maka harus mendahulukanj KA Senja IV yang kelasnya lebih tinggi.
Roni masih duduk santai menikmati pemandangan hujan. Tapi Alya masih memikirkan apa yang terlintas dalam pikirannya tadi. Bahwa KA ini akan terjadi sesuatu. Walaupun ia telah berusaha untuk membuang perasaan itu.
Kepala Stasiun Kebasen, Joko merasa panik. Karena mendapat laporan dari penjaga pos perlintasan, bahwa KA Maja masih melaju kencang menembus lebatnya hujan. Joko hanya bisa menggoyang-goyangkan sinyal. Tetapi nihil. Dan akhirnya, KA Maja melintas langsung meninggalkan stasiun kecil Kebasen. Joko berlari membawa sinyal hansign berwarna merah, tetap saja sia-sia. KA Maja seharusnya bersilang dengan KA Senja IV di stasiun ini.
Alya sudah tertidur. Roni menjaga istrinya yang tertidur. Ia melihat pancaran sinar ketenangan dari wajahnya. Lantas ia cium keningnya. Tanda kasih saying yang indah. Penumpang banyak yang tertidur. udara dingin telah menidurkan mereka. KA masih melaju menembus lebatnya hujan. Lalu menyebrangi jembatan KA besar di atas kali Serayu. Dan melewati jalur yang berliku-liku.
Dari arah berlawanan, KA Senja IV melaju kencang. Masinis Arif tidak bisa melihat lampu sorot KA Senja IV karena terhalang oleh perbukitan. Kedua KA semakin mendekat. KA Maja melintasi jalur tikungan. KA Senja IV juga melewati tikungan yang sama. Begitu melihat ada KA dari arah berlawanan, masinis Arif langsung menarik rem darurat. Begitu juga dengan masinis KA Senja IV. Tetapi tidak ada harapan lagi. Dan akhirnya…
‘DUUAAAARRRRR…..’
Tabrakan tak bisa dihindari. Semua penumpang menjerit kaget. Jeritan yang memecah kesunyian ditengah lebatnya hujan. Gerbong 1, 2, dan 3 dari tiap-tiap kereta terguling. 2 Lokomotif hancur total, remuk tak berbentuk. Alya terpental dan kepalanya membentur kursi KA. Darah segar mengucur deras dari kepalanya. Dadanya tertimbun barang-barang penumpang. Ia merasakan sesak nafas. Akhirnya dia meninggal dunia karena kehabisan darah dan oksigen tidak bisa masuk ke dalam paru-parunya.
Roni terpental keluar jendela. Kepalanya terbentur batu cukup keras. Darah mengucur deras dari kepalanya. Kakinya patah. Badannya tertimpa gulingan gerbong KA. Nyawanya pun ikut tak terselamatkan.
Banyak penumpang yang meninggal. Hanya sedikit orang saja yang selamat. Nasib masinis Arif juga serupa. Bahkan lebih parah. Karena ia berada di dalam kabin lokomotif. Ia terhinpit kabin yang hancur. Benar-benar mengenaskan.
Hujan reda satu setengah jam kemudian. Petugas KA langsung menuju lokasi kecelakaan KA. Mencari korban-korban yang berada dalam KA. Warga sekitar juga turut membantu. Proses ini memang membutuhkan banyak orang dan waktu yang lama.
Jasad Alya telah ditemukan. Ia berhasil dikeluarkan 2 jam kemudian. Roni ditemukan 10 meter dari lokasi kecelakaann. Sepasang suami istri ini telah kembali kepada Yang Maha Kuasa. Ia telah damai di alam sana. Begitu pula korban-korban yang lainnya. Jeritan malang para korban itu menjadi saksi betapa hebatnya peristiwa itu. Sungguh tragis.
saya mau gambar kereta di aplikasi ini
BalasHapus